Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereKarya / Elia
Elia
Nabi Ibrani
Judul Alternatif: Elia, Elias, Eliyyahu
Elia, juga dieja "Elias" atau "Elia", atau "Eliyyahu" dalam bahasa Ibrani, (hidup pada abad ke-9 SM), adalah nabi Ibrani yang setara dengan Musa untuk menyelamatkan agama Yahweh dari perusakan oleh natur penyembahan (dewa) Baal. Nama Elia berarti "Yahweh adalah Allahku", dan dieja "Elias" dalam beberapa versi Alkitab. Kisah karier kenabiannya di kerajaan Israel utara pada masa pemerintahan Raja Ahab dan Ahazia diceritakan dalam 1 Raja-Raja 17–19 dan 2 Raja-Raja 1–2 dalam Perjanjian Lama. Elia mengklaim bahwa tidak ada realitas lain, kecuali Allah Israel. Dengan demikian, dia menekankan monoteisme kepada umat dengan penekanan yang mungkin belum pernah dilakukan sebelumnya. Dia diperingati oleh orang Kristen pada 20 Juli, dan diakui sebagai seorang nabi dalam agama Islam.
Latar Belakang Sejarah
Omri, raja Israel, bersekutu dengan kota-kota pesisir Fenisia. Putranya, Ahab, kawin dengan Izebel, anak perempuan Etbaal, raja Tirus dan Sidon. Izebel, bersama para bangsawan Tirus serta sejumlah besar imam dan nabi kafir, menyebarkan agama asalnya di suatu tempat suci yang dibangun untuk Baal di kota kerajaan Samaria. Artinya, orang Israel menerima Baal serta Yahweh, menempatkan Yahweh setara dengan dewa alam yang manifestasi tertingginya adalah elemen-elemen dan kesuburan biologis, yang sering kali dirayakan melalui pemujaan dengan pesta pora. Kebijakan-kebijakan Izebel meningkatkan pencemaran bertahap terhadap agama Yahweh oleh agama Baal dari Kanaan, suatu proses yang dimudahkan oleh melemahnya iman orang Israel dalam Yahweh.
Kisah
Elia berasal dari Tisbe di Gilead. Kisah dalam 1 Raja-Raja menceritakan bagaimana dia tiba-tiba muncul pada masa pemerintahan Ahab untuk menyerukan datangnya kekeringan sebagai bentuk penghukuman terhadap pemujaan Baal, yang digalakkan oleh Izebel di Israel dengan mengesampingkan Yahweh. Kemudian, Elia berhadapan dengan 450 nabi Baal dalam suatu kontes kekuatan di Gunung Karmel untuk menentukan dewa mana yang merupakan Allah Israel yang sejati. Kurban-kurban ditempatkan di atas satu mazbah untuk Baal dan di atas satu mazbah lain untuk Yahweh. Seruan-seruan penuh semangat dari para nabi pagan kepada Baal untuk membakar kayu di mazbahnya tidak berhasil, tetapi doa-doa Elia kepada Yahweh dijawab dengan api di atas mazbah-Nya. Hasil tersebut dianggap mutlak oleh orang Israel, yang membantai para imam dan nabi Baal berdasarkan arahan Elia. Musim kemarau pun berakhir dengan turunnya air hujan.
Elia melarikan diri dari kemarahan Izebel yang penuh dendam dengan mengasingkan diri ke Gunung Horeb (Sinai), tempat dia pada awalnya berkecil hati dalam perjuangannya, tetapi kemudian secara ajaib diperbarui kembali. Dalam cerita selanjutnya, Raja Ahab memerintahkan seorang pria bernama Nabot agar dihukum mati untuk merampas kebun anggurnya. Tindakan pembunuhan sewenang-wenang oleh Ahab terhadap Nabot dan perampasan kebun anggur miliknya mendorong Elia menjadi penegak hukum moral, seperti dahulu ketika dia tampil sebagai pembela monoteisme. Elia mencela Ahab atas kejahatannya. Dia menegaskan bahwa semua manusia harus tunduk kepada hukum Allah, dan karenanya memiliki posisi yang sama. Lalu, putra Ahab, Raja Azarya, memohon kepada Baal untuk menyembuhkannya dari suatu penyakit yang ia derita, dan Elia sekali lagi menunjukkan kewenangan tunggal Yahweh dengan menurunkan "api dari surga". Setelah Nabi Elia memberikan jubahnya kepada penggantinya, Elisa, dia diangkat ke surga dalam angin puyuh.
Signifikansi Teologis
Salah satu momen paling penting dalam sejarah monoteisme adalah puncak perjuangan Elia melawan Baalisme. Perkataannya yang sangat penting, "Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." -- terutama ketika diikuti dengan doa, "Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN" — menunjukkan bahwa ada lebih banyak hal yang dipertaruhkan daripada sekadar membagi-bagikan lingkup pengaruh khusus kepada para ilah. Pertanyaan sebenarnya adalah apakah Yahweh atau Baal adalah Tuhan, secara sederhana dan secara universal. Perkataan-perkataan Elia menyatakan bahwa tidak ada realitas lain, kecuali Allah Israel, dan tidak ada makhluk lain yang berhak menyandang nama ilahi. Aklamasi umat, "Yahweh, Dialah Tuhan" menyatakan monoteisme yang sepenuhnya sadar, yang mungkin tidak pernah mereka pahami dengan begitu gamblang sebelumnya.
Pengalaman kenabian Elia yang terdalam terjadi pada perjalanan ziarahnya ke Gunung Horeb, tempat dia belajar bahwa Allah bukan berada dalam badai, gempa bumi, atau kilat. Alam, yang sangat tidak mungkin menjadi perwujudan Allah, bahkan bukanlah simbol yang memadai. Allah itu tidak terlihat dan bersifat spiritual, dan paling dikenal dalam perkataan pewahyuan yang bijak ini, "angin sepoi-sepoi berbisik". Transendensi (keilahian) Allah memperoleh ekspresi-ekspresinya yang paling awal. Kisah Elia juga menyatakan, untuk pertama kalinya, satu pemikiran yang mendominasi nubuatan Ibrani: berbeda dengan harapan-harapan umat yang banal, keselamatan hanya diberikan kepada "orang-orang yang tersisa", yaitu mereka yang dimurnikan oleh penghakiman Allah. Gagasan yang diusung para nabi di kemudian hari, yaitu bahwa moralitas harus menjadi jantung penyembahan ritual, juga diajarkan oleh Elia, yang menegakkan kesatuan antara hukum dan agama melawan kekejaman luar biasa seorang raja yang dipengaruhi oleh seorang istri pagan/kafir. Pekerjaan Elia juga dapat dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap setiap upaya menemukan pengalaman religius dalam emosi yang dibuat-buat dan hiruk pikuk sensual daripada iman yang memakai akal sehat dan moralitas. (t/Aji)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | Encyclopaedia Britannica |
Alamat URL | : | https://www.britannica.com/biography/Elijah-Hebrew-Prophet |
Judul asli artikel | : | Elijah Hebrew prophet |
Penulis artikel | : | Kevin Smyth |
Tanggal akses | : | 20 April 2018 |
- Login to post comments
- 8534 reads