Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereTokoh Lain / Frans Seda Jelas Beda
Frans Seda Jelas Beda
Ketika Bung Karno dibuang ke Flores pada tahun 1936, ia mengunjungi sebuah SD di desa Ndao. Bung Karno terpukau mendengar kata sambutan spontan oleh seorang murid berusia sepuluh tahun. Pidato bocah itu disampaikan dalam bahasa Belanda yang sempurna dan isinya berbobot. Bocah cilik itu adalah Frans Seda, yang kemudian menjadi menteri dan penasihat ekonomi Presiden Soekarno. Lebih dari itu, Seda juga kemudian menjadi penasihat ekonomi Presiden Soeharto, Habibi, Abdurrahman Wahid, dan Megawati.
Franciscus Xaverius Seda (1926-2009) lahir dalam keluarga guru di Lekebai, desa kecil di Flores. Di tengah alam Flores yang keras, Seda bertumbuh dengan semboyan hidup "Berdoa, Bertapa, dan Bekerja Keras". Tokoh idola Seda adalah para guru dan para pastor. Sejak SD, setiap kali masuk ke pastoran, Seda melirik buku yang berderet-deret di rak buku dan mencuri-curi kesempatan untuk cepat-cepat membuka salah satu buku itu.
Seda masuk SMP Protestan di Yogyakarta. Ia mencari uang saku dengan jalan membantu seorang penjual daging di pasar. Lalu, ia masuk Sekolah Guru Atas yang didirikan Romo Van Lith di Muntilan. Kemudian, bersekolah di SMU berbahasa Belanda di Surabaya. Ia mendapat beasiswa dan belajar di Sekolah Tinggi Ekonomi di Tilburg, Nederland dan lulus pada tahun 1956. Selama enam tahun di Nederland, ia menulis artikel untuk majalah dan surat kabar.
Sekembalinya ke Indonesia, ia disambut oleh kenyataan pahit, yaitu keadaan ekonomi yang morat-marit. Harga beras, gula, minyak, dan kebutuhan pokok lainnya naik setiap hari. Uang digunting dan merosot nilainya. Banyak perkebunan dan pabrik ditutup. Pengangguran melonjak tinggi. Mulailah Seda, bersama sejumlah ekonom lain, menyumbangkan pikiran. Sungguh tidak mudah memberi pengertian dan nasihat ekonomi kepada para petinggi sipil dan militer yang "buta huruf" perihal ekonomi.
Akan tetapi, Seda dipakai oleh lima presiden bukan semata-mata karena kepakarannya, melainkan terutama karena kejujurannya. Seda berbeda dengan kebanyakan politisi lain yang cuma sibuk mencari kedudukan dan kemudian melanggengkan kedudukan itu. Seda tidak mengejar harta dan takhta. Sebagai seorang putra Katolik, ia menjadi saksi Kristus melalui kinerjanya.
Ketika ekonomi sedikit demi sedikit mulai pulih pada tahun 1970-an, keadaan politik justru semakin otoriter. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan merajalela. Di sinilah letak sumbangsih orang-orang seperti Seda. Seda tidak ikut-ikutan menjadi busuk. Ia malah mencegah kebusukan. Ia menjadi garam. Garam yang sedikit dapat mencegah kebusukan. Sabda Kristus, "Kamu adalah garam dunia" (Mat. 5:13).
Seda telah menjadi garam ekonomi Indonesia melalui teladan dan kiprahnya. Ia mempraktikkan kemuliaan bagi Allah melalui nilai-nilai kristiani dalam kejujuran dan prestasi kerjanya. Ia pun mewujudkan kemuliaan bagi Allah dengan mendirikan Universitas Katolik Atma Jaya.
Bocah kurus kering berkulit hitam pekat berusia sepuluh tahun di SD Katolik Ndao di pedalaman Flores itu memang berbeda. Ia tangkas dan cerdas. Setiap kalimatnya jelas dan tegas. Bocah cilik itu kemudian menjadi Frans Seda, ekonom yang dipakai oleh lima presiden dan menerima penghargaan internasional dari tujuh negara. Bocah cilik itu telah menjadi kemuliaan bagi Allah.
Diambil dan disunting dari:
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Selamat Berpelita |
Penulis | : | Andar Ismail |
Penerbit | : | PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2011 |
Halaman | : | 72-74 |
- Login to post comments
- 6239 reads