Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereKarya / Lemuel Haynes
Lemuel Haynes
Pendeta Kulit Hitam Ini Memimpin Gereja Kulit Putih pada 1788
Masa pelayanan yang Mengagumkan dan Kesetiaan yang Teguh dari Seorang Lemuel Haynes
Teladan kesetiaan dan kasih
"Jika gereja hendak bertumbuh dewasa dan berkelimpahan, ia memerlukan orang-orang yang setia untuk memimpin dan merawatnya. Gereja memerlukan orang yang cakap dalam doktrin, yang hidupnya dipimpin oleh Firman Allah, dan yang mau membela kebenaran. Gereja harus menjunjung mereka yang meneladankan kesetiaan dan kasih kepada Allah sebagai standar ideal, orang-orang yang rela berkorban demi kepentingan domba-domba Allah. Orang seperti ini adalah karunia Allah bagi gereja-Nya. Pada akhir 1700-an, Allah sungguh memberikan karunia ini kepada gereja."
- Lemuel Haynes
Lemuel Haynes lahir pada 18 Juli 1753 di West Hartford, Connecticut. Para penulis biografi yang terdahulu menduga-duga bahwa ibu Haynes kemungkinan ialah seorang putri keluarga Goodwin yang terkemuka, atau seorang budak bernama Alice Fitch yang melayani John Haynes. Namun, spekulasi mengenai siapa orangtuanya ternyata tidak memberi manfaat. Dibuang oleh orangtuanya pada usia 5 bulan, Haynes pun dibesarkan sebagai seorang pelayan yang sudah bebas oleh keluarga Rose di Middle Granville, Massachusetts. Keluarga Rose memperlakukan Lemuel seperti anggota keluarga sendiri, memberinya nasihat rohani tentang kekristenan dan ibadah keluarga yang sama dengan yang diberikan Diaken Rose kepada semua anaknya.
Mengikuti statusnya yang bebas, pada tahun 1774, Haynes menjadi sukarelawan minuteman, dan pada Oktober 1776 bergabung dengan Continental Army, yang menjadi bagian dari Revolusi Amerika. Sebagai sukarelawan, Haynes juga mengalami penderitaan berat yang sama dengan yang dialami oleh Continental Navy and Army dalam Perang Pantai Volcour pada 11 Oktober 1776, dan tentara Jendearl Washington dikalahkan dalam Perang Dataran Putih tanggal 28 Oktober 1776. Pada bulan November 1776, Continental Forces menyaksikan lebih dari 3000 tewas dan kehilangan lebih dari 1000 meriam dan ribuan musket dalam kekalahan di benteng Washington dan benteng Lee. Lemuel mengabdi pada Continental Army hingga 17 November 1776, ketika ia terkena typus dan dibebaskan dari kewajiban. Terlepas dari prospek dismal Revolusi pada titik ini, sebagai seorang pahlawan, Haynes telah ditetapkan untuk membela negaranya yang baru dibangun serta kemerdekaannya dengan nyawa dan kesaksian. Nilai politisnya dibentuk oleh "idealisasi George Wahington dan kesetiaan bersekutu kepada Partai Federal."
Murid dari Edwards, Whitefield, dan Doddridge
Semasa tinggal bersama keluarga Rose dan setelah Revolusi Amerika, Haynes menunjukkan ketertarikan dan bakat dalam bidang teologi serta pelayanan. "Haynes adalah seorang murid yang teguh dan pembelajar mandiri, yang menekuni Kitab Suci hingga ia hafal di luar kepala sebagian besar teks yang membahas doktrin anugerah. Meski Haynes banyak belajar dari praktik ibadah dan instruksi religius Diaken Rose, karya Jonathan Edwards, George Whitefield, dan Philip Doddridge-lah yang paling banyak mempengaruhinya. Memang, Haynes banyak berhutang pada usaha kebangkitan dan penginjilan Whitefield dan Edwards, yang memberi dampak besar bagi Amerika, khususnya wilayah New England, selama masa Kebangunan Besar tahun 1740an.
Haynes memulai pelatihan pelayanan resminya dengan mempelajari bahasa Yunani dan Latin bersama 2 pelayan gereja Connecticut, Daniel Farrand dan William Bradford. Ia memperoleh ijin berkhotbah pada tanggal 29 November 1780, dan 5 tahun kemudian menjadi pendeta Afrika-Amerika pertama yang ditahbiskan oleh institusi religius di Amerika. Pada tahun 1804, Middlebury College memberikan penghargaan kehormatan yakni gelar Master kepada Haynes - sekali lagi pertama kalinya bagi seorang Afrika-Amerika.
Setelah memperoleh banyak hal dari pengalaman kehidupan yang seperti Puritan bersama keluarga Rose dan kekagumannya akan Whitefield dan Edwards, Haynes memutuskan menganut teologia Calvin. Calvinisme merupakan ciri khas para penulis Afrika-Amerika pada jaman Haynes. Seorang penulis biografi, bercermin pada sekelompok penulis Afrika-Amerika tahun 1700an akhir, mengamati:
Memang, Calvinisme tampaknya menyokong elemen terdalam yang membentuk pengalaman, baik pria dan wanita, dalam kehidupan perbudakan yang bertumbuh menjadi orang dewasa yang mendambakan kebebasan, kecakapan, dan keanggotaan dalam suatu masyarakat yang adil. Dari Calvinisme, generasi penulis kulit hitam ini memperoleh visi Allah dalam pekerjaan pemeliharaan Allah dalam kehidupan orang-orang kulit hitam, mengarahkan orang-orang setia yang menderita sekaligus menjanjikan kesetiaan di antara mereka suatu pemulihan kepada perkenan dan hadirat-Nya. Belum sampai tahun 1815, para penulis Afrika-Amerika, seperti John Jea, secara terang-terangan mengaku menentang Calvinisme dan mendukung paham kehendak bebas.
Karir yang Panjang
Pelayanan pastoral Lemuel Haynes berlangsung selama 40 tahun. Ia memulai kehidupan pelayanan Kristennya sebagai anggota pendiri dan pendeta di suatu gereja di Middle Granville, Massachusetts. Ia melayani di situ selama lima tahun, lalu ditahbiskan oleh Association of Ministers di Litchfield County, Connecticut. Haynes menyelesaikan penahbisannya pada tahun 1785 selagi melayani sebuah gereja di Torrington, Connecticut. Namun, terlepas dari kecakapannya sebagai pengkhotbah, ia tidak pernah ditawari untuk menjadi pendeta di gereja tersebut karena isu rasial yang ada di antara beberapa gereja di kawasan tersebut. Tahun 1783, Haynes bertemu dan kemudian menikah dengan Elizabeth Babbit, seorang kulit putih berusia 20 tahun yang menjadi guru sekolah sekaligus anggota jemaat Middle Granville. Pasangan tersebut melahirkan sepuluh orang anak selama rentang tahun 1785 hingga 1805.
Pada tanggal 28 Maret 1788, Haynes meninggalkan jemaat Torrington dan menerima panggilan untuk menggembalakan jemaat di bagian barat Rutland, Vermont, di sana ia melayani jemaat yang semuanya kulit putih selama 30 tahun - sebuah relasi gembala-jemaat yang langka di jaman Haynes dan jaman kita, baik dari segi lamanya jangka waktu dan karena dinamika rasial. Selama tinggal di Rutland, jemaat gereja tersebut bertumbuh dari 42 orang menjadi kira-kira 350 orang, sebab Haynes meneladankan pengabdian dan kesetiaan seorang gembala kepada orang-orang yang bereada di bawah tanggung jawabnya. Ia juga bertindak mendukung ortodoksi ajaran Calvin melawan terobosan Arminianisme, universalisme, dan kesalahan-kesalahan ajaran lain.
Pada bulan Maret 1818, pada puncak lima tahun pertentangan dengan seorang diaken dan semakin menjauhnya jarak antara Haynes dan anggota jemaat, yang beberapa di antaranya menerima beragam konsekuensi pendisiplinan dari gereja, gereja mengambil suara untuk memutus hubungan dengan pendeta yang telah melayaninya selama 30 tahun. Dalam khotbah perpisahannya dengan jemaat Rutland, "Ilustrasi Penderitaan, Dukungan, dan Upah Para Pelayan yang Setia," Lemuel Haynes menutup:
Bunga hidup saya telah dipersembahkan untuk melayani Anda: - dan selama itu juga saya meratapi ribuan kekurangan yang pernah ada dalam pelayanan saya; tetapi jika saya tidak tertipu, kerinduan hati saya senantiasa ialah untuk berbuat sesuatu bagi keselamatan jiwa Anda.
Setelah masa jabatannya di Rutland, Haynes tetap aktif melayani, meski dengan kondisi kesehatan yang menurun. Ia melayani sebagai pendeta di Manchester, Vermont, sejak 1818 hingga 1822. Dalam tahun 1822 itu ia memulai pelayanan khotbah dengan sebuah gereja di Granville, New York, yang berlangsung selama 11 tahun. Namun, ia meneruskan tanggung jawabnya pada jemaat Granville, New York, hingga bulan Mei tahun tersebut, ketika hambatan kesehatan menimpanya. Lemuel Haynes meninggal dunia pada tanggal 28 September 1833 dalam usia 80 tahun.
Berpusat pada Injil
Sebagai seorang pendeta, Haynes selalu tampak sibuk memikirkan kebaikan jemaatnya. Keselamatan mereka merupakan pokok terpenting. Khotbah-khotbahnya menyatakan dengan jelas sentralitas salib Kristus, serta kaya akan arahan teologis sekaligus aplikasi praktis bagi pendengarnya. Lemuel Haynes merupakan teladan "old ideas"? yang mengagumkan, yang teruji oleh waktu, bahkan hingga jaman kita sekarang.
Secara umum, pengharapan eskatologis (akhir jaman) tertancap kuat dalam hati dan pikiran Haynes. Pada tiap karyanya yang tercakup di sini, persiapan untuk bertemu dengan Yesus Kristus pada Penghakiman Terakhir memotivasi pengajaran Haynes bagi pendengarnya. Haynes mengerti dengan baik bahwa meja Kristus, khususnya bagi mereka yang melayani, akan menjadi saat penghakiman yang keras, saat di mana hati dan kebiasaan seorang pendeta disingkapkan terbuka, dan upahnya yang adil diberitahukan.
Oleh karena itu, Haynes percaya bahwa karakter Kristiani seorang pelayanan sangat penting bagi kesetiaan dan efektivitasnya dalam pelayanan pemberitaan Injil. Dalam sebuah khotbah pentahbisan tahun 1792, "Penjelasan Karakter dan Kinerja Seorang Pengawas/Pelayan Rohani", Haynes menggarisbawahi 5 sifat kunci yang harus dimiliki seorang pelayan rohani.
Pertama, mereka harus "mengasihi penyebab yang mereka akui." Artinya, mereka harus mengasihi Kristus sendiri, dan pernyataan kemuliaan ilahi-Nya kepada mereka yang mau mendengar dan diselamatkan. Kedua, seorang pelayan harus bijaksana dan dapat dipercaya, memahami peliknya tugas spiritual dan musuh-musuh rohani yang mereka hadapi. Ketiga, kesabaran harus senantiasa menyertai setiap anggota pelayanan. Keempat, keberanian dan kekuatan harus memenuhi hatinya. Dan kelima, memperhatikan jiwa-jiwa dengan waspada dan berjaga-jaga haruslah merupakan karakter seorang pemimpin rohani, pengkhotbah yang setia.
Terlepas dari kualifikasi di atas, seorang pelayan Kristen sangat tidak siap untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinan dan pelayanannya atas umat Allah di hadapan Allah. Namun, mereka yang telah siap akan memeriksa apa motivasi mereka memasuki dunia pelayanan, akan mengetahui kewajiban mereka sebagai pendeta dengan hati-hati, akan berusaha menyenangkan Allah saja, bukan yang lain, akan berusaha agar khotbah mereka jelas, sungguh-sungguh, sederhana, dan penuh hormat, serta akan berusaha semaksimal mungkin mengenal jiwa-jiwa yang dipercayakan pada mereka.
Bagi mereka yang sudah berada dalam atau sedang memeprtimbangkan untuk masuk dalam pelayanan pastoral, Lemuel Haynes mengingatkan kita akan pentingnya kesetiaan pada seorang pelayan Injil. Haynes memperingatkan kita tentang sikap hati yang bersukacita menghadapi pekerjaan kita sebagai seorang pelayan, wakil Yesus Kristus. Sikap acuh sangat mematikan - bagi umat yang kita layani maupun diri kita sendiri. Hidup kita adalah hidup yang didedikasikan untuk merawat anak-anak dengan berjaga-jaga menantikan suatu hari nanti ketika kita harus mengembalikan mereka kepada Bapa Surgawi.
Pada saat ini, kita harus memperhatikan pelayanan kita - apa yang telah kita ajarkan pada anak-anak-Nya, teladan atau contoh seperti apa yang telah kita berikan, apakah kita telah memperhatikan kondisi jiwa mereka, dan yang terpenting, apakah kita berbicara tentang Bapa mereka di surga dengan penuh hormat atau justru dengan penuh cela. Jika kita hendak setia, kita harus menantikan kedatangan Tuhan kita dengan waspada sementara melaksanakan tanggung jawab yang telah diberikan pada kita oleh Dia yang berjalan di antara tujuh kaki dian (Wahyu 1:13).(t/Joy)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | Christianity Today |
Alamat situs | : | http://www.christianitytoday.com/history/2017/may/lemuel-haynes-pioneering-african-american-pastor.html |
Penulis artikel | : | Thabiti M. Anyabwile |
Judul asli artikel | : | This Black Pastor Led a White Church—in 1788 |
Tanggal akses | : | 21 September 2017 |
- Login to post comments
- 2766 reads