Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereFilsafat / Sir Francis Bacon
Sir Francis Bacon
Apakah filsafat Kristen cocok untuk ilmu pengetahuan? Mungkin pertanyaan ini pernah tebersit dalam pikiran kita.
Meskipun bukan seorang ilmuwan praktis, Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh dalam mengobarkan revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17. Banyak kaum cendekiawan seperti Robert Boyle dan Isaac Newton menerima "filsafat baru" Bacon yang menekankan empirisme (teori yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pengalaman langsung) dan induksi. Setelah menampik ketergantungannya pada pendapat para ahli (sebelumnya) seperti Aristoteles, ilmu pengetahuan baru semakin merebak ke permukaan dan memunculkan banyak sekali penemuan baru yang terus bertambah hingga kini. Namun, "filsafat baru" ini sama sekali bukan hal yang baru; karena hal ini sudah ada dalam Alkitab. Sang "bapak ilmu pengetahuan modern" ini adalah seorang Kristen yang percaya kepada Alkitab dan yang menjadikan doktrin Kristen sebagai dasar pemikirannya.
John Henry, profesor ilmu sejarah dari Universitas Edinburg menulis biografi Bacon yang berjudul Knowledge is Power: How Magic, the Government and an Apocalyptic Vision Inspired Francis Bacon to Create Modern Science." (2002) Henry menyatakan bahwa Sir Francis Bacon "menemukan ilmu pengetahuan modern" karena terinspirasi oleh ketiga hal ini: "magis" (baca: iman Kristen), "penguasa" (baca: pengetahuan untuk kebaikan manusia), dan "visi apokaliptik" (artinya, kepercayaan harfiah akan nubuatan Daniel dalam Daniel 12:4, "Banyak orang akan menyelidikinya, dan pengetahuan akan bertambah"). Buku ini memperjelas hubungan Bacon dan Alkitab.
Dalam sebuah ulasan buku ini yang ditulis 22 Agustus 2002 pada majalah Nature, Alan Stewart berkata, "Bacon begitu yakin bahwa dia hidup pada suatu masa saat pengetahuan semakin bertambah seperti yang dikatakan dalam Alkitab". Stewart melanjutkan, "Mungkin bagian yang paling menarik dari buku ini adalah bagian yang membahas tentang istilah 'magis' Bacon, yang diartikan Henry sebagai agama. Dalam buku ini dia membuat lebih banyak alasan yang meyakinkan ketimbang menelisik fondasi filsafat Bacon secara mendalam." Perlu diperhatikan, baik Stewart maupun Henry bukanlah ahli apologetika Kristen, tetapi keduanya mengakui bahwa Alkitab memiliki dampak langsung terhadap revolusi ilmu pengetahuan. Ibarat percikan api dalam sekring, Alkitab mengobarkan impian akan sebuah peralatan baru dalam benak Bacon, sebuah Novum Organum, yang bisa menuntun kepada peningkatan pengetahuan, persis seperti yang disebutkan Alkitab tentang akhir zaman.
Inti filsafat Bacon adalah metode induksi: berlawanan dengan metode deduksi untuk memahami sifat alam semesta seperti yang dilakukan para ahli (sebelumnya) seperti Aristoteles dan Galen, ilmuwan harus membangun teori dari nol, mengumpulkan fakta-fakta, mengukur sesuatu, mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti pengamatan, kemudian membuat hipotesa untuk menjelaskannya. Ujilah hipotesa-hipotesa tentang fakta-fakta yang ada. Bacon yakin cara tersebut akan memberikan cara pasti untuk mendapat kebenaran daripada memercayai alasan-alasan manusia yang bisa saja keliru, dan akan muncul pada masa keemasan penemuan. Metode ilmiah yang kita pelajari di sekolah sebagian besar menganut pemikiran Bacon: mengumpulkan hasil observasi, membuat hipotesa untuk menjelaskannya, menguji hipotesa tersebut, dan menolak semua alasan-alasan yang tidak konsisten melalui observasi. Hipotesa yang cocok dengan tes empiris dapat berkembang menjadi suatu teori dan hukum.
Filsafat ilmu pengetahuan telah berubah dan semakin matang karena Bacon dan beberapa filsuf lain terus-menerus memperdebatkan apa yang benar antara ilmu pengetahuan sejati dibanding ilmu pengetahuan palsu. Idealisme Bacon tampaknya terlalu sederhana dan tidak praktis; sekarang kita menyadari perlunya teori-teori ilmiah untuk membuat prediksi dan perlunya keabsahan dalam suatu hipotesa. Syukurlah; metode Bacon sudah terlihat hasilnya: penemuan baru yang utama dalam disiplin ilmu kimia, fisika, biologi, dan astronomi, penemuan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru, penumbangan keyakinan-keyakinan yang salah yang sudah lama dipertahankan, dan kelompok baru seperti Royal Society di Inggris.
Tetapi tidakkah penolakan para ahli melemahkan keyakinan Bacon akan otoritas Alkitab? Terkadang kaum skeptis menggambarkan para ilmuwan Kristen itu seperti para peragu sembunyi-sembunyi yang memperlihatkan kesalehan kekristenannya untuk menghindari masalah. Menurut sudut pandang ini, Bacon seolah melapisi filsafatnya dengan ayat-ayat Alkitab agar filsafatnya itu menarik bagi para rohaniwan. Namun jika memang demikian, Bacon tidak akan menulis puisi indah, yang timbul dari lubuk hatinya yang terdalam, yang meninggikan Allah dan Alkitab. John Henry sama sekali tidak mengatakan bahwa Bacon itu munafik. Dari penelitiannya, pandangan alkitabiah benar-benar menjadi dasar filsafat ilmu pengetahuan Bacon, bukan sekadar dalihnya. Yang menarik, sarjana daratan Eropa seperti Descartes dan beberapa kaum yang meragukan Alkitab lainnya tidak setuju dengan pandangan Bacon tentang metode induksi dan empirisme, tetapi lebih menghargai akal manusia.
Lalu, apakah itu otoritas Alkitab? Bagi Francis Bacon, Alkitab menunjukkan cara pandang terhadap Allah, dunia, dan manusia yang menerima ilmu pengetahuan sebagai mandat yang terhormat. Alam ini adalah mesin canggih yang dibuat oleh Allah, dan Allah memberi manusia kecerdasan dan tugas untuk menemukan kegunaannya. Akal manusia saja tidak cukup; akal perlu dipandu oleh doktrin Alkitab tentang natur Allah dan dunia, dan dengan penyelidikan hukum-hukum sang Pencipta. Keyakinan akan hukum-hukum alam adalah warisan Alkitab. Sir Francis percaya bahwa dalam penggenapan nubuatan Daniel, pada akhir zaman pengetahuan manusia akan bertambah-tambah dengan menggulingkan para ahli yang tidak alkitabiah seperti Aristoteles dan dengan menyelidiki penyataan umum Allah (penciptaan) dengan pikiran-pikiran yang telah diciptakan seturut gambar-Nya.
Coba perhatikan kembali dasar alkitabiah dari ketiga filsafat Bacon yang digambarkan dalam judul buku biografi Henry:
1. "magis" (pilihan kata yang disayangkan), maksudnya kepercayaan beragama yang Stewart sebut "fondasi terdalam" filsafat Bacon,
2. "penguasa", yaitu tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada pemerintah untuk bertindak bagi kebaikan manusia, dan
3. "visi apokaliptik," keyakinan bahwa nubuatan Daniel dapat menginspirasi kita untuk mengembangkan pengetahuan untuk kebaikan umat manusia.
Walaupun Alkitab tidak memberikan sebuah metode ilmiah, Alkitab memberikan pandangan dasar tentang Allah, manusia, dan dunia yang memungkinkan adanya perkembangan ilmiah. "Besar perbuatan-perbuatan Tuhan," kata penulis Mazmur 111:2, "layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya."
Francis Bacon bukanlah seorang skeptis sembunyi-sembunyi; baginya Alkitab merupakan kunci untuk membebaskan manusia dari pemikiran para ahli yang salah dan kitab Kejadian mendorong kita untuk melakukan tugas kita dengan sungguh-sungguh sebagai pengurus ciptaan-Nya. Termasuk memelajari ilmu pengetahuan. Dia menganggap paham ateis sebagai paham kaum tidak terpelajar: "Filsafat yang dangkal menarik pikiran manusia ke arah ateisme," ejeknya, "tetapi filsafat yang dalam membawa pikiran manusia ke arah kepercayaan." (Bagi orang yang hidup pada zaman Ratu Elizabeth, agama sama artinya dengan kekristenan.) Senada dengan itu, katanya "Filsafat, jika tidak dipelajari dengan sungguh-sungguh, membangkitkan keraguan; tapi jika didalami dengan sungguh-sungguh, akan menghilangkan keraguan." Bagi Bacon, ilmu pengetahuan merupakan suatu tindakan penyembahan (kepada Allah) dan perisai terhadap kekeliruan. Dia berkata, "Ada dua kitab yang diletakkan di hadapan kita untuk dipelajari agar kita terhindar dari kesalahan: pertama, Alkitab yang menyingkapkan kehendak Allah; yang kedua adalah kitab tentang ciptaan-Nya yang menyatakan kuasa-Nya."
Orang lebih mengingat Sir Francis Bacon karena gagasan-gagasannya. Dia lahir di London tahun 1561 setelah Elizabeth I naik tahta, ketika masyarakat Inggris mengalami kemajuan yang drastis. Ia hidup sezaman dengan Galileo, Shakespeare, Sir Walter Raleigh, dan Sir Francis Drake. Bacon tidak bekerja sebagai ilmuwan tapi sebagai pengacara dan politisi, menjadi pengacara tahun 1582 dan anggota DPR Inggris tahun 1584. Dia diberi gelar kesatria (Sir) pada masa pemerintahan raja baru, James I, tahun 1603 dan kemudian menjadi Wakil Jaksa Agung, Jaksa Agung, dan menjelang 1618 menjadi Hakim Agung. Sayangnya, tahun 1621 reputasinya rusak karena kasus suap. Meskipun dia harus berjuang di hadapan raja dan parlemen, dia mengakui kesalahannya dan harus mengundurkan diri dengan rasa malu. Dia lahir ke dunia tanpa membawa apa-apa; masa mudanya sangat miskin, dan pada hari tuanya kehilangan keberuntungan dan reputasi. Dia meninggal tahun 1626 ketika melakukan percobaan pembuktian. Secara keseluruhan, hidup dan karier Bacon hampir tidak menonjol; karakter pribadinya "sama sekali tidak mengagumkan," menurut Frederic R. White. Dia tidak membuat penemuan yang signifikan dan tidak menciptakan hukum ilmiah. Akan tetapi gagasannya yang mendalam mencerminkan kedalaman dan kejeniusan pikiran.
Bacon adalah seorang filsuf urutan pertama yang memengaruhi peradaban Barat selama berabad-abad meskipun selama hidupnya ia dikritik terus-menerus oleh para filsuf lain. Dia menganggap orang-orang yang mengkritiknya itu "Orang-orang cerdas yang terkurung oleh beberapa penulis, khususnya Aristoteles, sang Diktator mereka." Daripada mengulangi ide-ide lama dengan metode deduktif, Bacon lebih mengusulkan "penyelidikan baru," misalnya, mengumpulkan bukti melalui percobaan kemudian membuat interpretasi daripada membuat deduksi natur (sifat) suatu hal dari bentuk dan prinsip universal. Ensiklopedia Britannica menjelaskan bahwa dia bukan sembarang penganut empirisme; dia percaya pada perumusan hukum dan penyamarataan; "Akan tetapi tempat abadinya dalam sejarah filsafat dunia terletak pada kebulatan tekadnya bahwa pengalaman adalah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan dan semangatnya yang besar demi sempurnanya ilmu pengetahuan alam."
Di sisi lain, seperti (Blaise) Pascal, Bacon juga memiliki bakat yang menonjol dalam hal kata-kata mutiara. Istilah yang disebut berdasarkan namanya merupakan perkataan yang sangat tepat diucapkan, seperti "buah apel emas di pinggan perak" (Amsal 25:11). Berikut ini adalah beberapa contoh kata-katanya: Pengetahuan adalah kekuasaan. Pengharapan adalah sarapan pagi yang baik tapi makan malam yang buruk. Uang itu ibarat pupuk, tidak ada gunanya kecuali jika itu disebarkan. Kebijaksanaan dalam bertutur lebih berharga daripada kemampuan berbicara yang baik.
Masih banyak lagi kutipan-kutipan yang lainnya, tetapi kata-kata Bacon membawa visi Atlantis Baru, sebuah jalan baru bagi pengetahuan untuk disebarkan ke seluruh dunia. Sebuah buku karya Cornelius Hunter yang berjudul Darwin's God menunjukkan bahwa bukti-bukti yang disodorkan oleh Darwinisme pada akhirnya hanyalah suatu metafisika belaka. Entah mereka berbicara tentang homologi, fosil atau evolusi mikro, pengamatan mereka itu insidentil; argumen yang digunakan oleh penganut Darwinisme untuk menentang penciptaan berpusat pada apa yang dikehendaki dan tidak kehendaki oleh Pencipta. Saat bertemu dengan titik buntu dalam menemukan bukti untuk memperlihatkan evolusi, apa yang mereka siapkan tidak cukup membenarkan pernyataan yang dibuat untuk transformasi utama. Francis Bacon pun akan terkejut.
Inti dari artikel ini adalah bahwa pemikiran Kristen adalah baik untuk ilmu pengetahuan. Dalam beberapa hal, orang-orang Kristen harus berhati-hati dengan filsafat Bacon. Meskipun Bacon bukan seorang Katolik maupun kaum cendekiawan, namun dia sepertinya menerima dasar pemikiran Thomas Aquinas yang menyatakan bahwa kejaTuhan manusia tidak membuat akal seseorang rusak. Dia juga menulis, "Kemanusiaan kita adalah hal yang buruk kalau bukan karena keilahian yang berkuasa dalam diri kita," dan kita tahu bahwa anggapan ini dapat ditafsirkan secara ekstrim. Sepanjang dia mengatakan bahwa kita ini memiliki gambar dan rupa Allah, ini bisa diterima; tampaknya Bacon tidak sedang meragukan bahwa manusia adalah pendosa yang memerlukan Juru Selamat. Bacon bukan seorang penderita schizofrenia terhadap induksi dan otoritas. Dia melihat tidak ada percabangan dalam iman keyakinannya dan pembelaan metode ilmiah; seperti yang dikatakannya, kedalaman filsafat membawa pikiran manusia kepada keyakinan.
Walaupun Sir Francis Bacon dikenal sebagai seorang pendukung fakta dan pengkritik puisi, dia juga adalah seorang penyair. Puisi, lebih dari prosa maupun filsafat, memampukan kita untuk melihat ke kedalaman batin sang penyair. Melalui puisinya yang berjudul Sing a New Song (Nyanyikan Kidung Baru) kita dapat melihat bahwa Sir Francis Bacon percaya pada penciptaan dan kepada Alkitab, ia seorang yang taat kepada imannya, ia melihat tugas manusia adalah memuji Allah atas ciptaan-Nya, dan ia percaya kepada sang Raja Surgawi dan berpengharapan kepada kemenangan Kristus yang kekal. (t/Setya)
Download Audio: Sir Francis Bacon
Diterjemahkan dan diringkas dari: | ||
Nama artikel | : | Sir Francis Bacon: 1561-1626 |
Nama buku online | : | The World'S Greatest Creation Scientists: 1000-2000 |
Nama situs | : | Creation Safaris |
Penulis | : | David F. Coppedge |
Alamat URL | : | http://www.creationsafaris.com/ |
Tanggal akses | : | 10 Mei 2010 |
Sumber | : | Bio-Kristi 49 |
- Login to post comments
- 23076 reads