Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are herePentakosta / William Seymour
William Seymour
Pada tahun 1900, dia pindah ke Cincinnati, Ohio, dan mendaftarkan diri di Sekolah Alkitab Holiness yahg menekankan kekudusan, kesembuhan ilahi, dan pengharapan akan adanya kebangunan rohani di seluruh dunia oleh Roh Kudus sebelum kedatangan Tuhan yang kedua kalinya. Seymour mendengar saat Tuhan memanggil dirinya untuk menjadi seorang pengkhotbah, tetapi dia menolak sampai akhirnya dia terkena cacar, suatu penyakit yang sering kali membuat penderitanya meninggal. Penyakit ini membuat mata kiri William buta. Setelah dia sembuh, dia merasakan bahwa penyakitnya ini merupakan hukuman akibat tidak mematuhi panggilan Tuhan. Dia segera menerima untuk ditahbiskan menjadi seorang pengkhotbah.
Kemudian dia pindah ke Houston, Texas, untuk mencari dan tinggal bersama beberapa saudaranya yang hilang selama zaman perbudakan. Pada tahun 1903 sampai 1905, dia menerima beberapa permintaan untuk berkhotbah di beberapa gereja. Dia juga bertemu dengan seorang wanita berkulit hitam, Ibu Lucy Farrow, yang mengaku dapat berbahasa lidah saat menyertai penginjil Charles F Parham dan keluarganya pergi ke Kansas. Ibu Lucy adalah seorang guru yang mengajar bagi keluarga itu. Sebelumnya di Topeka, seorang wanita bernama Agness Ozman juga dapat berbahasa lidah, dan Parham menyatakan bahwa inilah bukti pertama dari kebangkitan kembali Pentakosta. Seymour belum pernah mengalami hal ini sebelumnya, tetapi dia berkhotbah bahwa hal tersebut akan tiba. Setelah keluarga Parham dan Ibu Lucy kembali ke Houston, Seymour bermaksud untuk mempelajari hal ini lebih lanjut. Tetapi Parham, adalah seorang penganut paham rasisme yang fanatik dan dia tidak mengizinkan Seymour untuk duduk di kelasnya bersama dengan murid-murid berkulit putih. Jadi, Seymour memutuskan untuk duduk lorong di depan pintu masuk dan mendengarkan kuliah Parham. Semua ajarannya sangat berarti bagi Seymour secara teologis, walaupun dia tidak dapat menyukai paham rasisme Parham.
Suatu hari, William Seymour menerima sepucuk surat dari gereja kecil di Los Angeles. Salah satu anggota jemaat gereja tersebut pernah mendengar khotbah Seymour saat kunjungan keluarga ke Houston. Para jemaat tersebut meminta dirinya menjadi pendeta di sana. Dan mereka melampirkan selembar tiket kereta api di dalam surat itu.
Seymour tiba dan berkhotbah mengenai pesan-pesan Pentakostalnya di sebuah rumah yang dijadikan tempat kebaktian. Setelah sebulan berdoa dan berpuasa terus-menerus, Roh Kudus turun menguasai sekelompok kecil jemaat itu. Beberapa orang diantaranya berbahasa lidah pada bulan April 1906. Peristiwa itu bagaikan api, menyebar sedemikian cepat sehingga begitu banyak orang datang dan beranda rumah kecil itu menjadi roboh. Akhirnya, para jemaat harus mencari gedung lain yang lebih besar. Mereka menemukan dan menyewa sebuah bangunan bekas gereja yang digunakan sebagai gudang di Jalan Azusa nomor 312. Kebaktian diadakan setiap hari sampai tengah malam selama tiga tahun terus-menerus. Sering kali enam ratus orang berada bersamaan di dalam gereja kecil itu sementara lima atau enam ratus orang lainnya mendengarkan di luar jendela.
Pada awalnya, dewan pers dan para pemimpin agama menolak gerakan ini dan menganggap karunia-karunia roh dramatis lainnya -- seperti penyembuhan, nubuat, dan bahasa lidah -- sebagai suatu lelucon yang patut dipertanyakan. Tetapi bukan hal ini yang sebenarnya William Seymour tekankan, dia menekankan betapa pentingnya baptisan Roh Kudus. "Bahasa lidah merupakan salah satu tanda yang dapat diterima oleh setiap orang yang sudah dibaptis, tetapi bukan hal ini yang merupakan bukti nyata atas hadirnya Roh Kudus dalam kehidupan sehari-hari," tulisnya.
Seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2, Seymour yakin bahwa mujizat sesungguhnya yang terjadi pada hari Pentakosta adalah tercurahnya Roh Kudus yang penuh kasih ke atas tiga ribu orang dari "berbagai bangsa di dunia" yang menerima Injil pada hari itu. Persatuan yang Yesus doakan dalam Yohanes 17, secara dramatis terealisasi di tengah orang-orang yang sebelumnya merupakan lawan dan orang asing. Karunia bahasa lidah hanyalah suatu cara untuk berkomunikasi mengenai kasih. Bagi Seymour, hal terpenting adalah kasih yang dapat mempersatukan orang-orang berkulit hitam dan putih, dan orang-orang yang berasal dari Indian, Tiongkok, dan Amerika Selatan. Dia mengatakan bahwa bila orang-orang tidak mempraktikkan kasih seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 13, maka "saya tidak peduli berapa banyak bahasa lidah yang kau miliki, tidak ada artinya bila engkau tidak dibaptis dalam Roh Kudus". Seymour berpendapat bahwa darah Yesus menghapuskan garis pembatas perbedaan warna kulit di gereja Kristus.
Orang-orang berkulit hitam -- satu generasi setelah zaman perbudakan, yang masih diliputi rasa takut akan ribuan hukuman gantung tanpa diadili yang menimpa ras mereka-berpelukan dengan saudara dan saudari berkulit putih di dalam Tuhan di Azusa. Orang-orang berkulit putih merendahkan dirinya dan meminta orang-orang berkulit hitam untuk "benar-benar" mengurapi dan berdoa bagi mereka. Bersatunya berbagai ras memesona dan membangunkan dunia. "Pentakosta" baru, seperti yang mereka sebutkan, bangkit saat mereka berlutut memuji Tuhan, menyembuhkan rasa takut dan benci, dan secara sukarela pergi ke kota-kota atau negara-negara lain sebagai misionaris. Banyak orang yang merasa lebih percaya diri dengan adanya bahasa lidah karena Roh Kudus membuat mereka mampu untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak menguasai bahasa Inggris. Sementara gerakan Pentakosta sering diucapkan dalam doa-doa dan pujian, berlusin-lusin laporan membenarkan bahwa kadangkala pesan-pesan dalam bahasa asing tidak dikenal, berasal dari orang-orang yang sebelumnya hanya mengenal bahasa Inggris.
Dalam waktu dua tahun, gerakan ini berakar di lebih dari lima puluh suku bangsa di seluruh dunia. Sirkulasi surat kabar yang diterbitkan Seymour, The Apostolic Faith, mencapai lima puluh ribu eksemplar. Sesuatu yang agung sungguh-sungguh terjadi dan tidak dapat dipertanyakan.
Tetapi iri hati dan perselisihan menimbulkan perpecahan.
Tidak semua orang berkulit putih menyukai ide-ide yang diucapkan oleh pria rendah hati berkulit hitam yang pelayanannya bertumbuh sangat cepat ini. Pada akhir Oktober 1906, pengkhotbah Charles F. Parham orang Texas yang memperbolehkan Seymour duduk di luar kelas murid-murid berkulit putih -- tiba di Los Angeles. Seymour menyambut dirinya dengan penuh hormat, tetapi sesaat kemudian tampaklah maksud Parham yang sesungguhnya. Parham bermaksud untuk mengambil alih Azusa Street Mission. Dalam khotbah pertamanya, dia menyatakan, "Tuhan sangat mual" menghadapi persatuan antarras yang terjadi di Azusa. Kemudian istri Parham menjelaskan, "Di Texas, kau tahu orang-orang kulit berwarna tidak diperbolehkan untuk berkumpul dengan orang-orang berkulit putih." Parham, adalah seorang penganut rasisme yang sangat kuat, dan dia secara terbuka mendukung Ku Klux Klan. Saat itu, dia berhasil membuat lebih dari tiga ratus orang kulit putih pergi meninggalkan Azusa untuk membentuk kelompok saingan, tetapi pelayanannya berakhir dengan tidak terhormat karena penangkapan dirinya atas keterlibatannya dalam skandal seksual.
Wiiliam H. Durham, pemimpin Holiness yang berpengaruh dari Chicago, pindah ke Los Angeles. Pada awalnya dia tampak ingin bergabung dengan Seymour, tetapi tidak lama kemudian secara luas mengumumkan tantangan terhadap beberapa doktrin Seymour sehingga sekitar enam ratus pengikut Seymour (hampir semuanya berkulit putih) memisahkan diri.
Pada akhir 1906, terdapat sembilan aliran Pentakosta di Los Angeles. Tampak tidak bermasalah, tetapi beberapa di antaranya tidak saling berhubungan dengan baik. Usaha Seymour untuk mempersatukan berbagai ras tidak dapat berjalan baik. Di mana-mana terjadi pemisahan diri, dan orang-orang lebih menekankan pentingnya bahasa lidah serta "tanda-tanda ilahi" lainnya daripada persatuan sebagai bukti dari baptisan dalam Roh Kudus.
Pada tanggal 13 Mei 1908, Seymour menikahi Jennie Evans Moore. Seorang jemaat gereja yang berdedikasi Clara Lum, sekretaris Azusa Street Mission, meninggalkan Los Angeles dan pindah ke Portland, Oregon --kemungkinan besar akibat rasa cemburu karena dia menentang pernikahan itu. Di tempat barunya, dia bergabung dengan Pelayanan Florence Crawford. Tanpa permisi, dia membawa seluruh daftar alamat dalam dan luar negeri yang dimiliki oleh perusahaan surat kabar Seymour. Dia mulai menerbitkan surat kabar di Portland, seakan-akan Seymour masih menulis dan mengedit seperti biasa. Akhirnya, dia mengakui secara tertulis, bahwa dia telah mengambil alih peran Seymour sebagai editor. Keluarga Seymour pergi ke Portland dan berusaha tanpa hasil untuk meminta Clara Lum mengembalikan daftar alamat. Dengan sisa daftar alamat di sekitar Los Angeles saja, pengaruh surat kabar Seymour berkurang dengan cepat.
Walaupun demikian, gerakan Pentakosta terus berkembang. Pada tahun 1914, gerakan ini telah ada di setiap kota di Amerika dengan anggota tiga ribu orang atau lebih dan di setiap tempat di dunia, mulai dari Iceland sampai Tasmania, dengan dukungan bahan bacaan dalam tiga puluh bahasa pengantar.
Beberapa aliran besar lainnya tumbuh memisahkan diri dari Azusa Street Revival. Salah satu contohnya, Pendeta Charles H. Mason yang tiba pada tahun 1907. Dia merasakan curahan Roh Kudus dan pulang kembali ke Jackson, Mississippi, untuk membentuk ulang Church of God in Christ. Dia melayani semua orang, baik berkulit hitam maupun putih. Pada tahun 1914, akibat tingginya tekanan rasialis, sebagian orang berkulit putih memisahkan diri dan membentuk aliran Assemblies of God. Tahun demi tahun berlalu dan berbagai aliran Pentakosta bermunculan, William Seymour dan komitmennya untuk mempersatukan setiap orang Kristen dari berbagai ras, dilupakan orang. Pelayanan di Jalan Azusa nomor 312 berlanjut tanpa kepastian sampai akhirnya Seymour meninggal akibat gagal jantung pada tanggal 22 September 1922. Istrinya terus mempertahankan usaha pelayanan yang semakin menurun ini, tetapi setelah kematiannya pada tahun 1936, gedung tempat pelayanan itu disita pada tahun 1938 akibat pajak yang tidak terbayar.
Walaupun demikian, pada tahun 1994 dan 1997, para pemimpin The Assemblies of God, Church of God in Christ, dan berbagai aliran Pentakostal dan Karismatik mengadakan pertemuan untuk bersatu dan mengurangi rasisme di tengah jemaat. Usaha ini membuat para pemimpin berkulit putih bertobat dan memohon ampun secara formal. Saat itu diadakan perayaan dan baik orang berkulit putih maupun berkulit hitam saling membasuh kaki.
Para ahli sejarah gereja akhirnya mulai berusaha mewujudkan impian Pendeta William J. Seymour dan pandangannya mengenai persatuan antarumat Kristen. Pada tahun 1972, Sidney Ahlstrom, seorang ahli sejarah gereja yang terpandang dari Universitas Yale, mengakui: "Seymour memberi pengaruh besar dalam gerakan Kristen di Amerika daripada para pemimpin berkulit hitam lainnya."
Judul buku | : Perjalanan ke Ujung Dunia |
Judul asli | : Journey to the End of the Earth |
Penulis | : Dave dan Neta Jackson |
Penerjemah | : Lie Ping |
Penerbit | : Gospel Press, Batam 2004 |
Halaman | : 183 -- 191 |
- Login to post comments
- 25847 reads