Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereOrganis / Albert Schweitzer
Albert Schweitzer
Dirangkum oleh: Sri Setyawati
Albert Schweitzer lahir dan dibesarkan dalam keluarga penganut Lutheran. Schweitzer dan keluarganya tinggal di sebuah desa yang sunyi di lembah Pegunungan Vosges, Alsace. Ketika masih kanak-kanak, tidak terlihat talenta di dalam diri Schweitzer. Namun, saat ia beranjak remaja, di dalam dirinya muncul rasa ingin tahu yang besar untuk mempelajari hal-hal baru. Ia sering berdebat dengan banyak orang untuk mendapatkan kebenaran yang ia cari. Karena sikapnya ini, banyak orang dewasa yang merasa "risi" dengannya. Apalagi, ia adalah tipe orang yang tidak puas dengan jawaban-jawaban yang sederhana.
Schweitzer awalnya tidak terlalu peduli dengan pendidikan. Butuh waktu yang lama untuk menyadarkannya akan pentingnya pendidikan. Selama menempuh pendidikan di "secondary school" atau "gymnasium" [jenjang pendidikan kedua dalam sistem pendidikan Jerman yang menyiapkan murid-muridnya untuk melanjutkan ke universitas -- Red.] di Mulhouse, ia tidak mau belajar dengan rajin sekalipun paman dan bibinya sangat disiplin dan keras padanya. Namun, setelah bertemu dan mengamati salah seorang gurunya yang berdedikasi tinggi dan bertanggung jawab, ia berubah. Ia menjadi giat belajar dan prestasinya meningkat. Sebelumnya, ia berada di ranking terbawah, setelah perubahannya itu, ia hampir menduduki ranking teratas.
Setelah mencapai usia 20-an, Schweitzer mulai menulis karya-karya yang didasarkan pada tokoh Bach [Johann Sebastian Bach -- komposer, organis asal Jerman -- Red], sejarah Yesus, dan perakitan organ. Kemampuannya dalam bidang musik juga berkembang. Dia bisa memainkan piano dengan sangat indah dan membuat beberapa gurunya terkagum-kagum. Ia pun dielu-elukan banyak orang.
Setahun kemudian, setelah ulang tahunnya yang ke-21, Schweitzer bertekad kuat untuk "membalas budi" kepada Tuhan atas keberuntungan yang telah dinikmatinya. Dia berkata, "Setelah saya berpikir dengan keras, sebelum saya beranjak dari tempat tidur, saat burung-burung berkicauan, saya memutuskan bahwa saya boleh menekuni ilmu pengetahuan dan seni sampai saya berusia 30 tahun. Setelah itu, saya akan mengabdikan diri untuk pelayanan kemanusiaan secara langsung. Sering kali, saya mencoba untuk memahami sesuatu yang selama ini tersembunyi bagi saya dalam ucapan Yesus yang berkata, `Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.` Sekarang, saya sudah menemukan jawabannya. Selain kebahagiaan lahiriah, sekarang saya mendapatkan kebahagiaan batiniah." Dan, ia tidak pernah berbelok dari keputusan yang diambilnya itu.
Dalam perjalanan hidupnya, Schweitzer juga pernah melayani sebagai pendeta, pemimpin seminari teologi, dan profesor di sebuah universitas dengan gelar doktor di bidang filsafat. Schweitzer sangat sibuk dan memiliki banyak profesi, namun tidak satu pun dari profesi tersebut yang memuaskannya. Ketika berusia 30 tahun, ia disadarkan akan kebutuhan yang besar orang-orang Afrika akan pelayanan kesehatan. Ia merasa bahwa sungguh tidak adil jika dia memiliki hidup yang mudah, sementara dunia ini penuh dengan penderitaan. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menjadi dokter medis dan mengabdikan sisa hidupnya untuk melayani orang-orang Afrika. Pada tahun 1913, Dr. Schwietzer dan istrinya, Hélène, membuka sebuah rumah sakit di Gabon -- sebuah provinsi milik Perancis, masuk ke daerah Afrika, yang terletak di dekat Garis Ekuator. Di tempat yang bisa dikatakan pedalaman ini, dengan iklim paling buruk di dunia, ia mengabdikan dirinya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi orang-orang yang terisolasi dan terpencil.
Tahun 1915, dia mencetuskan frasa "Reverence for Life" (menghargai kehidupan) sebagai prinsip etika utama dan umum yang sudah dicarinya sekian lama. Berawal dari "keinginan untuk hidup" yang terdapat di dalam diri setiap makhluk, Albert memberikan respons etis kepada manusia yaitu menghargai kehidupan dengan menekankan pada saling bergantungnya makhluk hidup dan menjunjung kesatuan atas semua kehidupan. Ia adalah seorang pelopor dari gerakan yang menaruh perhatian pada pengusahaan kesejahteraan lingkungan dan hewan, yang masih berjalan hingga saat ini.
Dalam pelayanannya di Afrika, Schweitzer, seorang warga negara Jerman yang bekerja di koloni Perancis, secara teknis dianggap sebagai musuh dan ditahan oleh pihak Perancis. Schweitzer dan istrinya pun ditahan selama beberapa waktu. Padahal saat itu, Hélène sedang mengandung anak perempuan mereka, Rhena.
Setelah beberapa waktu, masa penahanan mereka pun berakhir. Namun, butuh beberapa tahun lagi sebelum ia bisa kembali ke rumah sakitnya di Lambarene karena Hélène sempat menderita tuberkulosis, dan harus mengasuh seorang anak yang masih kecil. Itulah sebabnya, Hélène tidak bisa lagi bekerja penuh waktu di sana.
Meskipun mengalami berbagai kesulitan, rumah sakit yang mereka dirikan terus berkembang. Seiring berjalannya waktu, Schweitzer memasuki masa pensiun. Namun, dia tetap mengurus rumah sakit itu hingga kematiannya pada usia 90 tahun. Selama itu, sudah ada 72 gedung rumah sakit yang dilengkapi dengan tempat tidur untuk 600 pasien dan staf yang terdiri atas 6 dokter dan 35 perawat. Schweitzer menyerahkan urusan administrasi rumah sakit kepada anaknya, Rhena.
Pada tahun 1953, Schweitzer mendapat anugerah Nobel Perdamaian tahun 1952. Ia memperoleh anugerah itu karena kekonsistenannya dalam menekankan bahaya senjata nuklir dan perlombaan pengembangan senjata nuklir, di antara negara-negara adikuasa selama beberapa tahun. Ia juga menjadi tokoh yang sangat membantu dalam hal penyusunan ulang kebijakan militer Amerika Serikat mengenai uji coba bom hidrogen.
Albert Schweitzer dan istrinya dimakamkan di halaman belakang rumah sakit di Lambarene. (t/Setya)
Dirangkum dari:
1. _______. "A Brief Biography of Albert Schweitzer". Dalam http://www.albertschweitzer.info/life_thought.html
2. _______. "Youth & the Big Decision". Dalam http://www.albertschweitzer.info/big_decision.html
Sumber: Bio-Kristi 100
- Login to post comments
- 11726 reads