Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereRiwayat / Corrie ten Boom, Juru selamat Belanda
Corrie ten Boom, Juru selamat Belanda
Hanya sedikit orang yang pernah mendengar tentangnya. Ia bukanlah pribadi yang populer. Akan tetapi, sejarahnya layak untuk diketahui karena peranannya yang begitu luar biasa dalam menyelamatkan orang-orang Yahudi dan yang lainnya selama kependudukan Nazi di Belanda pada awal Perang Dunia II.
Awal sejarah
Corrie ten Boom lahir pada tahun 1892 ke dalam keluarga Kristen yang kental, yang kedermawanan dan komitmen sosialnya telah diakui sejak lama. Rumah mereka selalu terbuka bagi orang-orang yang membutuhkan.
Kakek Corrie, Willem, telah mendirikan toko pembuat jam pada tahun 1837 di Jalan no. 19, Barteljorisstraat, Haarlem, Holland, kota di mana ia dilahirkan. Toko tersebut terletak di lantai bawah, sementara keluarganya tinggal di lantai atas.
Beberapa waktu kemudian toko tersebut diwarisi oleh Casper, putra Willem, hingga akhirnya tiba giliran Corrie untuk mewarisinya, dan oleh karena itu ia menjadi wanita pembuat jam berkebangsaan Belanda yang pertama.
Akan tetapi, ia tidak hanya memelopori wanita pengrajin. Sangat mungkin dia adalah wanita pertama yang memimpin gerakan perlawanan terhadap Nazi di negaranya.
"Ide" yang menyelamatkan
Ketika ia berumur 48 tahun, melihat pada apa yang sedang terjadi di Belanda di bawah rezim nasional - sosialis -- khususnya dalam penganiayaan yang tak henti-hentinya terhadap orang Yahudi -- ia memutuskan untuk melakukan sesuatu tentang hal itu. Ia kemudian menyusun sebuah cara untuk membantu mereka, sebuah gagasan yang langsung disetujui oleh ayah dan saudaranya. Dengan begitu ia dapat "melawan" para Nazi, tapi dalam caranya yang khusus, tanpa kekerasan, sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan keyakinan Kristen.
Yang manakah ide Corrie?
Ia mengembangkan ide bahwa rumahnya bisa digunakan sebagai tempat pengungsian. Enam atau tujuh orang bisa disembunyikan di dalamnya. Ketika idenya dipraktekkan, empat dari pengungsi itu adalah orang Yahudi sedangkan yang lain adalah pejuang perlawanan Belanda. Pada beberapa waktu tertentu, mereka tinggal di sana hanya selama beberapa jam, menggunakannya sebagai tempat menunggu untuk transit menuju ke tempat pengungsian lain yang aman; pada kesempatan yang lain mereka tinggal selama berbulan-bulan sampai mereka bisa pergi ke tempat-tempat lain. Akan tetapi, ketika ide itu dijalankan, arus orang-orang yang dianiaya menjadi permanen.
Tempat Pengungsian
Tempat persembunyian dengan panjang 2,5 meter dan lebar 0,70 meter dibangun di dalam kamar tidur Corrie sendiri, di lantai dua bangunan tersebut. Pintu masuknya disembunyikan di belakang lemari baju dan ruangan yang tersedia bisa memuat maksimal enam orang sekaligus, jika semuanya dalam posisi berdiri tanpa membuat gerakan sedikit pun.
Setiap kali bunyi alarm terdengar (bel kecil yang terletak dekat tangga), para pengungsi punya waktu kurang lebih satu menit untuk bersembunyi di dalam tempat itu, dengan membawa barang-barang mereka. Mereka tetap di situ sampai bahayanya lewat, dalam kesunyian mutlak dan benar-benar tidak bergerak.
Toko pembuat jam itu adalah "layar" yang ideal untuk aktifitas ini, karena fakta bahwa orang sering masuk dan keluar bangunan ini tanpa menimbulkan kecurigaan.
Dengan cara ini, sedikit demi sedikit, Corrie mendapati dirinya memimpin sebuah jaringan beranggotakan kurang lebih delapan puluh orang, Kelompok "Beje" ("Beje" nama bisnis toko itu), yang membaktikan diri mereka untuk mencari pengungsi di rumah-rumah orang Belanda pemberani yang lain, yang juga memberikan suaka seperti yang dilakukannya. Kebanyakan waktunya sibuk dipakai untuk merawat para pengungsi, sampai ia bisa menemukan tempat untuk memondokkan mereka.
Diperkirakan bahwa dengan cara ini dia telah menyelamatkan nyawa sekitar 800 orang Yahudi, dan banyak anggota perlawanan Belanda dan siswa-siswa yang dianiaya karena menolak untuk bekerja sama dengan para Nazi.
Pengkhianatan
Akan tetapi, sesuatu mendadak terjadi dan aktifitas-aktifitas itu harus dihentikan. Suatu hari seorang pria memasuki toko dari sepuluh keluarga Boom dan memberitahu Corrie bahwa dia dan istrinya adalah orang Yahudi dan bahwa mereka memerlukan uang untuk menyuap seorang polisi. Corrie menjawab bahwa ia bisa mendapatkannya.
Ini adalah pria yang pada tanggal 28 Februari 1944, mengadukan mereka kepada Gestapo (polisi rahasia Nazi). Agen-agen mereka menunggu seharian sambil memantau toko pembuat jam itu, dan kemudian menahan setiap dan semua orang yang berusaha untuk memasuki gedung itu. Hingga matahari terbenam mereka telah menangkap sekitar tiga puluh orang tawanan.
Mereka kemudian menggerebek rumah itu, di mana mereka menangkap Corrie, ayahnya Casper, saudara dan saudarinya Willem, Nollie dan Betsie dan keponakannya Peter, yang kemudian diletakkan dalam penjara di Scheveningen.
Meskipun Gestapo mencurigai bahwa ada orang-orang yang bersembunyi di suatu tempat dan karena itu memeriksa dengan hati-hati seluruh bangunan itu, mereka tidak dapat menemukan tempat pengungsian di mana empat orang Yahudi (dua pria dan dua wanita) dan dua pejuang perlawanan bersembunyi pada waktu itu. Meskipun rumah itu terus-menerus dipantau, mereka semua bisa diselamatkan oleh anggota-anggota yang lain dari jaringan Corrie. Selama 47 jam yang mereka habiskan untuk bersembunyi sampai mereka dibebaskan, mereka berhasil diam tidak bergerak dan tanpa suara, serta tanpa makanan atau pun air. Keempat orang Yahudi dibawa menuju tempat pengungsian lain, dan tiga dari mereka bertahan hidup dalam peperangan. Sedangkan kedua anggota perlawanan tadi, salah satu dari mereka meninggal beberapa waktu setelah itu, dan satu orang yang lainnya berhasil bertahan hidup.
Nasib kesepuluh keluarga Boom
Dalam penawanan, ketika Casper diberitahu bahwa dia bisa saja dijatuhi hukuman mati karena menyelamatkan orang-orang Yahudi, dia menyatakan: "Suatu kehormatan untuk memberikan nyawaku bagi orang-orang yang dipilih Allah". Dan, hal itu kemudian menjadi kenyataan, karena dia meninggal sepuluh hari setelah penahanannya, pada usia 84 tahun.
Corrie dan saudarinya, Betsie, ditahan dalam tiga penjara yang berbeda selama sepuluh bulan berikutnya, sampai akhirnya mereka dikirim kembali ke kamp konsentrasi (penjara yang didirikan khusus oleh Rezim NAZI bagi orang-orang Yahudi dan para pemberontak kebijaksanaan mereka, yang dikenal dengan kekejamannya - red.) Ravensbrück, dekat Berlin, di Jerman.
Betsie, yang berusia 59 tahun, meninggal segera setelah diasingkan: dia tidak bisa mengatasi kondisi yang dibebankan kepadanya.
Saudaranya, Willem, yang berusia 60 tahun, dan yang "kejahatannya" adalah kerjasamanya bagi perlawanan, jatuh sakit karena tuberkulosis selagi berada di dalam penjara, dan meninggal segera setelah perang berakhir.
Salah satu keponakan Corrie, Christian, yang pada waktu itu berusia 24 tahun, dibawa ke kamp kematian Bergen Belsen dan juga dituduh ambil bagian dalam gerakan perlawanan. Kabarnya tidak terdengar lagi sejak saat itu.
Singkatnya, empat dari sepuluh anggota keluarga Boom memberikan nyawanya dengan komitmen mereka untuk menyelamatkan nyawa orang lain.
Nasib Corrie
Akan tetapi Corrie kembali.
Pada akhir tahun 1944, hampir secara ajaib namanya termasuk dalam daftar orang yang harus dibebaskan. Ia kembali ke Belanda dan dapat pulih dari masalah kesehatannya yang mengenainya sejak saat ia ditahan di penjara. Ia menghabiskan bulan-bulan musim dingin terakhir perang di rumahnya sendiri di Haarlem, tetapi dia tidak hanya berdiam diri. Sebagaimana yang dikatakannya, "Allah memberi kita kasih untuk memampukan kita mengampuni musuh-musuh kita".
Corrie mengampuni. Dia memaafkan kematian dari orang-orang terdekatnya dan penderitaannya sendiri, yang telah ditimpakan kepadanya selagi berada di kamp konsentrasi. Dan, ia bahkan bertindak lebih. Suatu kali, pada tahun 1947, di Muenchen, seorang pria ingin menyapanya dan menjabat tangannya. Saat melihat wajahnya dia segera mengenalinya sebagai salah satu penjaga terkejam di Ravensbrück, salah satu dari sekian banyak yang di hadapannya, ia harus berjalan telanjang bersama dengan saudarinya Betsie ketika, sesuai dengan kriteria khusus yang ditetapkan para Nazi, mereka memilih mana yang masih berguna diantara orang-orang yang tidak dapat bekerja lagi. Bagaimana mungkin ia menjabat tangan pria ini? Pria itu memberitahunya bahwa dia telah bertobat ke dalam Kekristenan setelah perang, dan bahwa dia percaya Allah telah mengampuninya atas segala kejahatan yang telah dia lakukan di kemah konsentrasi. Akan tetapi, dia memerlukan Corrie memberitahunya secara pribadi bahwa dia telah memaafkannya. Corrie melakukannya dan menjabat tangannya.
Dan, sebagai bukti bahwa ia memiliki banyak hal untuk diberikan, ia mendirikan Bloemendal. Sebuah rumah pemulihan yang ditujukan untuk penyembuhan dan peristirahatan korban perang yang selamat.
Ia merasa bahwa hidupnya adalah suatu karunia Allah yang perlu dibagikannya dengan orang lain, yang ia dan saudarinya Betsie telah pelajari di kamp konsentrasi: "Tidak ada luka yang begitu dalam yang tidak dapat dijangkau oleh kasih Allah".
Ketika ia berumur 53 tahun, Corrie memulai sebuah pelayanan di seluruh dunia untuk menyebarkan keyakinan dan pengalamannya, yang karena alasan itu, ia bepergian ke lebih dari 60 negara yang berbeda dalam 33 tahun berikutnya.
Pada tahun 1968 Museum Bencana Yerusalem (Yad Vashem) memintanya untuk menanam pohon untuk menghormati kenangan banyak nyawa orang Yahudi yang telah diselamatkan olehnya dan saudarinya. Ia melakukannya, dan pohon itu masih tumbuh di sana.
Sebuah film juga diambil pada tahun 1975, berdasarkan kisah sejarahnya.
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, Corrie adalah seorang wanita yang memiliki keyakinan dalam Allah. Pada tahun 1978 dia menderita stroke cerebral-vascular yang menyebabkan dia lumpuh. Dia meninggal pada 15 April 1983, di hari ulang tahunnya yang ke-91. Sangat luar biasa bahwa dia meninggalkan dunia ini pada tanggal khusus itu. Menurut tradisi orang Yahudi, hanya orang-orang yang benar-benar diberkati oleh Allahlah yang diberikan hak istimewa untuk meninggal di tanggal yang sama dengan hari ulang tahun mereka.
Tempat pengungsian tua diubah menjadi museum
Bangunan yang terletak di jalan no. 19, Barteljorisstraat, di Haarlem, tidak berubah banyak sejak tahun 40-an. Pada masa kini, lebih mudah dan lebih cepat untuk mencapainya, karena tempat itu berjarak 15 menit dengan kereta dari Amsterdam.
Yayasan Corrie ten Boom membelinya pada tahun 1987, dan pada tahun berikutnya membukanya untuk umum, dan mengubahnya menjadi museum, karena tempat itu adalah situs yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi dan sumber inspirasi bagi orang percaya. Museum itu menunjukkan ruangan-ruangan di rumah itu dan perabotan, obyek dan foto keluarga mereka; "ruang pengungsian" dan pameran permanen Gerakan Perlawanan Belanda.
Fakta yang sebenarnya, rumah itu menjadi "rumah terbuka" sekali lagi bagi semua orang sebagaimana yang dibayangkan oleh kesepuluh keluarga Boom sesuai dengan prinsip-prinsip dan keyakinan mereka, karena hak masuk itu gratis. Dan, untuk menjaga tradisinya tidak berubah dan terus berjalan, toko pembuat jam masih berfungsi di lantai bawah.
Sejarah Corrie ten Boom tidak lebih (dan tidak kurang) dari kisah hidup seorang wanita biasa yang berhasil mencapai hal-hal yang luar biasa. Seorang wanita yang bahkan hari ini, melalui perbuatannya yang megah, membantu kita untuk terjaga dan menjauhi penolakan dan ketidakpedulian yang banyak kita rasakan ketika dihadapkan dengan hal-hal yang terjadi di dalam dunia. (t/Odysius)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | The International Raoul Wallenberg Foundation |
Alamat URL | : | http://www.raoulwallenberg.net/saviors/others/corrie-ten-boom-dutch-savior/ |
Judul asli artikel | : | Corrie ten Boom, a Dutch savior |
Penulis artikel | : | Patricia M. Ferreira |
Tanggal akses | : | 5 Maret 2014 |
- Login to post comments
- 13827 reads