Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereOlahragawan / Ronny Pattinasarany
Ronny Pattinasarany
Ronald Hermanus Pattinasarany yang lebih dikenal dengan nama Ronny Pattinasarany, lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada tanggal 9 Februari 1949. Ronny adalah salah satu pemain sepak bola legendaris, sekaligus pelatih sepak bola yang memiliki jam terbang tinggi di Indonesia. Dia juga mendapat sebutan "Sang Macan Lapangan" karena selalu siap menjemput bola di mana pun berada. Pada masa-masa jayanya, ia mendapatkan banyak permintaan untuk bergabung dengan klub-klub sepak bola papan atas.
Sejak kecil, Ronny terobsesi untuk menjadi bintang sepak bola. Dengan adanya dukungan dari sang ayah, Nus Pattinasarany, ia berhasil mewujudkan impiannya. Pada tahun 1970 -- 1980, Ronny Pattinasarany menjadi salah satu orang yang ikut melambungkan nama tim "merah putih". Dalam perjalanan kariernya, ia pernah menyabet beberapa penghargaan seperti Pemain All Star Asia (1982), Olahragawan Terbaik Nasional (1976 dan 1981), Pemain Terbaik Galatama (1979 dan 1980), dan Medali Perak SEA Games (1979 dan 1981).
Ronny memulai kariernya sebagai pemain bola dengan bergabung di Klub PSM Junior (1966). Setelah beberapa kali berpindah klub, pada tahun 1968, ia berhasil menembus level senior "Ayam Jantan dari Timur" di tim PSM Makassar. Dari Makassar, Ronny pindah ke Klub Galatama, Warna Agung (1978 -- 1982). Di sinilah, kariernya mulai menanjak dan lolos menjadi kapten timnas. Pada tahun 1982, Ronny berpindah ke Klub Tunas Inti. Setahun kemudian, ia memutuskan untuk pensiun sebagai pemain dan beralih profesi sebagai pelatih.
Ronny melatih beberapa klub antara lain Persiba Balikpapan, Krama Yudha Tiga Berlian, Persita Tangerang, Petrokimia Gresik, Makassar Utama, Persitara Jakarta Utara, dan Persija Jakarta. Prestasinya yang gemilang terbukti ketika ia menggawangi Petrokimia Putra dan mempersembahkan beberapa trofi bagi klub tersebut. Saat ini, klub tersebut sudah melebur dengan Klub Gresik United (GU). Ronny membawa Petrokimia meraih Juara Surya Cup, Petro Cup, dan runner-up Tugu Muda Cup. Selain itu, Ronny juga pernah menjabat menjadi Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI (2006), Wakil Ketua Komdis (2006), dan Tim Monitoring Timnas (2007).
Sayang sekali, di balik kesuksesannya dalam karier, Ronny harus menelan pil pahit yang datang dari anak-anaknya yang terjerat narkoba. Namun, ia menerima kenyataan pahit itu sebagai cobaan sekaligus teguran karena selama berkarier di dunia sepak bola, ia terlalu sibuk dengan urusannya dan tidak ada banyak waktu untuk bersekutu dengan Sang Pencipta. Untunglah, ia segera menyadari kesalahannya itu dan memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya sebagai seorang pelatih, dan mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga ia bisa membimbing anak- anaknya. Ia meletakkan jabatannya sebagai pelatih Petrokimia dan berkonsentrasi untuk membantu penyembuhan kedua anaknya, Henry Jacques Pattinasarany (Yerry) dan Robenno Pattrick Pattinasarany (Benny). Ronny tetap sabar dan penuh kasih membimbing anak-anaknya. Akhirnya, kedua anaknya berhasil diselamatkan dan dipulihkan.
Ronny yakin tidak ada kata menyerah bersama Tuhan, walaupun ia sendiri babak belur. Beberapa dokter telah didatanginya untuk membantu penyembuhan anak-anaknya, tetapi tidak ada yang berhasil. Oleh karena itu, Ronny memutuskan untuk mendekatkan diri secara pribadi kepada Tuhan dan kepada anak-anaknya (keluarga). Menurut Ronny, kunci pemulihan keluarga adalah kasih sayang. Maka dari itu, ia dan istrinya bekerja sama untuk menyelamatkan keutuhan keluarganya.
Ronny bukan sekadar berteori, melainkan ia juga mempraktikkan kasih dalam sikap dan perbuatan yang nyata. Sekalipun anak-anaknya bertindak buruk, namun dengan penuh kasih Ronny terus berusaha untuk merangkul mereka. Ronny sangat percaya bahwa masih ada Tuhan, Sahabat yang pasti sanggup menolong. Sejak itu, ia punya kekuatan untuk terus bergumul. Ia juga semakin tekun dalam doa untuk anak-anaknya. Hasilnya, anak- anaknya sembuh dari kecanduan narkoba serta begitu taat dan menghormati orang tua mereka. "Dalam Tuhan tidak ada yang mustahil, itu yang selalu saya ingatkan pada mereka," kata Ronny.
Setelah badai berlalu, Ronny kembali terjun ke dunia sepak bola, dunia yang membesarkan namanya. Meskipun bukan sebagai pelatih lagi, namun ia aktif dalam kegiatan yang mendukung kemajuan sepak bola Indonesia, seperti menjadi Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI (2006), Wakil Ketua Komdis (2006), dan Tim Monitoring Timnas (2007).
Di sepanjang perjalanan hidupnya, satu hal yang selalu dipegang oleh Ronny. Ia yakin bahwa doa adalah kunci merobohkan benteng dosa yang mengikat manusia dan cara berserah kepada Tuhan yang penuh kasih.
Sayangnya, pada usianya yang belum begitu tua, kanker hati menggerogoti tubuh Ronny. Ia meninggal di Jakarta karena penyakit tersebut, pada 19 September 2008. Meski telah tiada, figurnya tetap terpatri di dalam benak dan hati keluarga dan bangsa Indonesia, khususnya di rana persepakbolaan Indonesia.
Dirangkum dari:
-
_________. "Ronny Pattinasarani". Dalam http://id.wikipedia.org/
-
LOU. "Ronny Pattinasarany, Kapten yang Penuh Kasih". Dalam http://nasional.kompas.com/
-
_________. "Ronny Pattinasarani - Berebut Kasih Sayang dengan Bandar". Dalam http://www.bnn.go.id/
- Login to post comments
- 6714 reads