Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereTokoh Sekolah Minggu / Robert Raikes
Robert Raikes
Latar Belakang dan Pendidikan Robert Raikes
Robert Raikes lahir pada tanggal 14 September 1735 di Gloucester dari keluarga kaya. Ayahnya adalah seorang anggota masyarakat yang terhormat dan terkenal sebab ia adalah penerbit Gloucester Journal di Inggris. Ia lahir dari isteri ketiga ayahnya sebab ayahnya mengalami dua kali masa duda.
Robert Raikes
Latar Belakang dan Pendidikan Robert Raikes
Robert Raikes lahir pada tanggal 14 September 1735 di Gloucester dari keluarga kaya. Ayahnya adalah seorang anggota masyarakat yang terhormat dan terkenal sebab ia adalah penerbit Gloucester Journal di Inggris. Ia lahir dari isteri ketiga ayahnya sebab ayahnya mengalami dua kali masa duda.
Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di sekolah milik Gereja St. Mary de Crypt tempat ia dibaptiskan. Setelah lulus pendidikan dasar, pada usia empat belas tahun ia melanjutkan studi di sekolah Katedral Gloucester. Suasana sekolah ini begitu ketat. Anak-anak dididik dengan kurikulum yang klasik. Pada pukul enam pagi, mereka mengawalinya dengan ibadah. Ibadah dimulai dengan pembacaan mazmur, doa, renungan, dan nyanyian rohani. Di sekolah ini, para murid dituntut menguasai beberapa bahasa, antara lain bahasa Yunani, Latin, dan Prancis.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Katedral Gloucester, Raikes tidak melanjutkan pendidikannya. Ia lebih tertarik pada pekerjaan yang digeluti ayahnya di bidang percetakan. Setelah bergabung dengan ayahnya, ia bekerja dengan rajin dan tekun. Ia juga rajin mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan penerbitan surat kabar. Karena kemampuannya di bidang penerbitan dan percetakan, pada usia 21 tahun, ia telah mengambil alih seluruh urusan yang berkaitan dengan penerbitan Gloucester Journal.
Pada tanggal 23 Desember 1767, ketika Robert Raikes berusia hampir 32 tahun, ia menikah dengan Anne Trigge dari keluarga yang sangat terhomat.
Berdirinya Sekolah Minggu
Pada saat itu, di Inggris sedang terjadi krisis ekonomi yang sangat parah sebagai akibat Revolusi Indusri. Revolusi Industri terjadi dengan ditemukannya beberapa mesin untuk menggantikan tenaga manusia. Revolusi ini ternyata membawa malapetaka bagi sebagian besar umat manusia. Tersedianya kekayaan bahan mentah yang ada di Inggris seperti wol, besi, kayu, dan bahan celup telah mendorong para pengusaha mengolah bahan-bahan tersebut dalam jumlah besar agar keuntungan dapat berlipat ganda. Oleh karena itu, mereka menciptakan mesin yang lebih produktif dan efisien.
Akibat penemuan mesin pemintal dan mesin uap, banyak pemintal tradisional kehilangan lapangan kerja. Begitu juga dengan dibutuhkannya wol dalam jumlah banyak mengakibatkan pemilik domba memperluas lahan padang rumputnya sehingga jumlah petani semakin berkurang. Akibatnya, banyak penduduk meninggalkan usaha pertaniannya dan pergi ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik, sekalipun dengan upah yang rendah. Akhirnya, terjadilah ketidakseimbangan antara tenaga kerja yang berlimpah ruah dan kurangnya lowongan kerja yang tersedia. Prinsip permintaan dan penawaran pun berlaku sehingga upah buruh semakin rendah, sedangkan keuntungan pemilik industri semakin bertambah.
Para pekerja hidup miskin dan keadaannya lebih buruk daripada seorang budak. Sehingga terjadilah kekacauan sosial. Para pengangguran semakin banyak. Orang-orang yang mabuk karena frustrasi meningkat bahkan para pencuri pun bergentayangan di mana-mana sebagai protes atas kekacauan sosial yang kelihatan tidak ada lagi ujungnya.
Kemiskinan akibat Revolusi Industri itu ternyata berdampak juga terhadap dunia pendidikan. Banyak anak terpaksa putus sekolah dan harus bekerja untuk memperoleh penghidupan yang layak. Anak-anak harus bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Hari Minggu menjadi satu-satunya hari libur mereka sehingga mereka menghabiskannya untuk bersenang-senang. Namun, karena mereka tidak pernah mendapat pendidikan (karena tidak bersekolah), anak-anak itu menjadi sangat liar, mereka minum-minum dan melakukan berbagai macam kenakalan dan kejahatan.
Realitas sosial di sekelilingnya membuat Raikes tidak hidup tenang. Keberhasilannya di bidang penerbitan tidak membuat ia melupakan nasib para anak buruh miskin. Pemandangan sosial yang tragis membawa dirinya pada satu renungan hidup yang berat. Ketika ia sedang merenungkan kenyataan yang ia saksikan, ada satu kata sederhana yang masuk dalam kesadarannya, "Usahakanlah!" Kata itu begitu menggelisahkan dirinya, tetapi akhirnya ia sadar bahwa kata itu merupakan suatu panggilan Tuhan untuk berbuat sesuatu dalam pelayanan.
Sementara orang-orang masih kebingungan mencari alternatif bagi pemecahan masalah anak-anak nakal, Raikes memiliki ide yang cemerlang di benaknya. Digerakkan oleh rasa cinta kepada anak-anak, membuat suatu gerakan yang akhirnya mendorong lahirnya pelayanan sekolah minggu!
Dengan beberapa teman, Raikes mencoba melakukan pendekatan kepada anak-anak tersebut dengan mengundang mereka berkumpul di sebuah dapur milik Ibu Meredith di kota Scooty Alley. Di sana, selain mendapat makanan, anak-anak itu juga diajarkan sopan santun, membaca, dan menulis. Akan tetapi, hal paling indah yang diterima anak-anak di situ adalah mereka mendapat kesempatan mendengar cerita-cerita Alkitab. Pada mulanya, pelayanan ini sangat tidak mudah. Anak-anak itu datang dengan keadaan yang sangat bau dan kotor. Namun, dengan cara pendidikan yang disiplin, kadang dengan pukulan rotan yang dilakukan dengan penuh cinta kasih, anak-anak itu akhirnya belajar untuk mau dididik dengan baik sehingga semakin lama semakin banyak anak yang datang ke dapur Ibu Meredith. Semakin banyak juga guru yang disewa untuk mengajar mereka, bukan hanya untuk belajar membaca dan menulis, tetapi juga untuk belajar firman Tuhan. Perjuangan yang sangat sulit, tapi melegakan. Dan, dalam waktu empat tahun, sekolah mnggu itu semakin berkembang bahkan ke kota-kota lain di Inggris. Jumlah anak-anak yang datang ke sekolah hari Minggu itu pun terhitung mencapai 250.000 anak di seluruh lnggris.
Mula-mula, gereja tidak menerima kehadiran gerakan sekolah minggu yang dimulai oleh Robert Raikes ini. Akan tetapi, karena kegigihannya menulis ke berbagai publikasi dan membagikan visi pelayanan anak ke masyarakat Kristen di Inggris, juga atas bantuan John Wesley (pendiri Gereja Methodis), akhirnya kehadiran sekolah minggu diterima oleh gereja, mula-mula oleh Gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja Protestan lain. Ketika Robert Raikes meninggal dunia tahun 1811, jumlah anak yang hadir di sekolah minggu di seluruh Inggris mencapai lebih dari 400.000 anak. Dari pelayanan anak ini, Inggris tidak hanya diselamatkan dari revolusi sosial, tapi juga diselamatkan dari generasi yang tidak mengenal Tuhan.
Gerakan sekolah minggu yang dimulai di Inggris ini akhirnya menjalar ke berbagai tempat di dunia, termasuk negara-negara Eropa lainnya dan ke Amerika. Dan, dari para Misionaris misionaris yang pergi melayani ke negara-negara Asia, akhirnya pelayanan anak melalui sekolah minggu juga hadir di Indonesia.
Dikirim oleh: Puji Arya
(Artikel di atas telah diedit seperlunya.)
- Login to post comments
- 24956 reads