Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are herePolitikus / Woodrow Wilson
Woodrow Wilson
MASA KECIL DI DAERAH SELATAN
Thomas Woodrow Wilson dilahirkan di Staunton, Virginia, lima tahun sebelum perang saudara meletus. Sepanjang hidupnya, ia tetap memegang nilai-nilai tradisi kehidupan daerah selatan, selain warisan pengajaran keluarganya. Ayah Wilson adalah seorang pendeta dari Presbiterian Selatan. Joseph Ruggles Wilson meraih prestasi menonjol dalam bidang pelayanan, sebagai moderator Gereja Presbiterian Selatan pada tahun 1879, sebagai pendeta yang banyak dihargai, dan sebagai seorang profesor yang mengajar di banyak negara bagian. Tetapi di atas semuanya, ia mengabdi sepenuhnya kepada keluarganya dan terutama demi kepentingan anak laki-lakinya.
Artikel Terkait
Sejak awal, orang tua Wilson sudah melihat bakatnya berbicara. Mereka pun mendorong Wilson untuk memerdalam pengetahuannya dalam menulis, berdebat, berpidato, dan membekalinya dengan iman Kristen. Ia dilatih dalam kebiasaan mengadakan saat teduh yang terus dipertahankan sepanjang hidupnya. Ia mengkhususkan hari Minggu hanya untuk Allah, suatu kewajiban yang dianggapnya sebagai suatu hak istimewa. Sejak masa kecilnya, Woodrow Wilson menyerap pendekatan religius dari orang tuanya, pendekatan yang dipegangnya terus sepanjang hidup.
KESEIMBANGAN YANG UNIK
Pendekatan itu dipusatkan pada konsep perjanjian. Allah telah membuat aturan-aturan tertentu bagi kita untuk dijalankan dan Ia telah memberikan janji-janji yang pasti. Janji-janji kepada individu-individu diberikan Allah, termasuk tawaran keselamatan kepada mereka yang percaya kepada-Nya dan bagi semua orang, suatu jaminan damai sejahtera dan keselarasan sosial bagi mereka yang menegakkan keadilan.
Janji tersebut menggambarkan suatu keseimbangan yang unik bagi Wilson -- dibutuhkan suatu upaya yang paling keras dari setiap individu, tetapi juga tergantung pada ikatan yang kuat antara gereja dan masyarakat. Sebagai seorang guru sejarah, kerangka perjanjian ini membuat Wilson sangat memihak kepada kaum Reformer, terutama John Calvin (sebagaimana yang biasa dikatakan kepada para mahasiswanya, bahwa Calvin merupakan "negarawan pemerbaru" Kristen terbesar). Sebagai pemimpin dunia, justru pengajaran inilah yang membuat Wilson berpikir bahwa usaha dari individu-individu yang adil dan benar dapat mengubah masyarakat bangsa-bangsa.
Wilson bekerja sebagai seorang akademik, penulis, pembicara, politikus, dan negarawan. Ambisi di dalam dirinya cukup besar. Hal ini terlihat dari pertanyaannya: "Mengapa dunia masa kini tidak menulis mengenai otobiografi politiknya?" Meskipun demikian, sisi religiusnya nampak. Dia percaya bahwa Allah menguasai dunia dan pribadi-pribadi yang menjadi pelayan dari kehendak Allah di dalam dunia. Keyakinan ini tidak hanya sekadar kepribadiannya yang sudah diakui, akan tetapi juga mendorong pencapaian kehidupan ini.
Wilson menemukan jati dirinya setelah menuntut ilmu di Presbyterian Davidson College dan selanjutnya pindah ke Princeton, perguruan tinggi yang masih didominasi masalah-masalah dan kepentingan kaum Presbitarian. Semasa kuliahnya, konsentrasinya banyak di perbebatan, belajar, dan persahabatan. Saat di Atlanta, Wilson tidak menikmati pekerjaannya sebagai ahli hukum. Di sana, dia bertemu dengan istrinya, Ellen Louise Axson yang mendampinginya sampai dia menjadi presiden hingga ajalnya.
Ambisinya dalam hal akademik sangat terpuaskan ketika menempuh studi di John Hopkins-Baltimore dan beberapa pusat studi kesarjanaan di seluruh Amerika Serikat. Sebagai puncaknya di John Hopkins, dia meniti karier dengan cepat dan akhirnya menjadi dosen di Princeton tahun 1890.
Wilson juga memunyai keahlian dalam menulis sejarah, seperti sejarah Amerika Serikat dan biografi George Washington yang pernah dikritik oleh rekan akademiknya karena dianggap terlalu dangkal. Di pihak lain, esai dan buku politiknya banyak diterima oleh kalangan akademik dan publik umum. Karya-karyanya banyak mengetengahkan gagasan tentang persamaan, kemajuan, dan pemikiran yang adil kepada politik kontemporer.
REKTOR PRINCETON
Ketika Wilson terpilih sebagai Rektor Princeton pada tahun 1902, ia menghadapi tugas-tugas publik dalam jabatannya dengan antusias. Ia masih mengajar dan mengerjakan tugas-tugasnya sebagai seorang dosen. Menjadi pengajar energi yang membuatnya begitu berhasil sebagai seorang dosen dan pembicara umum ternyata memberikan dampak negatif kepada orang-orang yang tidak mendukung usulan-usulannya. Dia dianggap sebagai pribadi yang angkuh.
Terutama setelah ia terserang stroke pada tahun 1906 (ia mungkin terserang stroke ringan sebelumnya), kepribadiannya semakin keras. Ia adalah seseorang yang selalu berorientasi pada sasaran. Akibatnya, terjadi beberapa benturan dengan rekan sejawat yang memiliki ego dan visi yang tak kalah hebatnya.
Ketika yayasan serta beberapa kelompok tidak menyetujui rencana Wilson untuk mendemokrasikan kehidupan mahasiswa dan memertahankan pendidikan yang liberal dan bukan yang profesional, pertikaian pun tak terhindarkan. Karena kepahitan hati ini, Wilson sudah siap ketika para pemimpin dari Partai Demokrat dari New Jersey memintanya untuk menjadi gubernur pada tahun 1910.
Wilson terpilih menjadi Gubernur New Jersey. Reputasi yang sudah diperolehnya di New Jersey mendorongnya untuk ikut nominasi kepresidenan pada tahun 1912. Ketika dukungan Partai Republik mendua antara William Howard Taft dan Theodore Roosevelt, Woodrow Wilson memasuki Gedung Putih. Sebagai seorang presiden yang "progresif` dengan mayoritas dukungan kongres, ia berhasil mengamankan pembaruan undang-undang, termasuk hak untuk memeriksa perusahaan-perusahaan besar; munculnya Sistem Cadangan Federal yang akan melindungi perbankan; pengurangan tarif untuk mendorong perdagangan; memberi mandat pada karyawan kereta api untuk bekerja delapan jam sehari; dan membuat standar kerja bagi anak untuk pertama kalinya. Berdasarkan catatan ini dan andilnya dalam membawa Amerika Serikat ke luar dari Perang Eropa pada tahun 1914, Wilson terpilih menjadi presiden untuk kesekian kalinya. Ia terus berusaha untuk membuat Amerika tak terlibat peperangan.
EMPAT BELAS BUTIR
Pada awal tahun 1918, sementara perang masih berkecamuk di Eropa, Woodrow Wilson membuat proposal "Enam Belas Butir"-nya yang terkenal untuk mencoba menegakkan perdamaian. Butir-butir ini menyerukan kepada bangsa-bangsa untuk menyangkal perjanjian-perjanjian rahasia dan memungkinkan orang-orang yang tertindas untuk menentukan nasib mereka sendiri secara demokratis. Enam Belas Butir yang dibuat Wilson ini juga menyerukan bahwa yang terpenting adalah mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setelah perang berakhir pada bulan November 1918, Wilson sendiri pergi ke Paris sebagai pemimpin delegasi perdamaian Amerika. Di Inggris dan benua Eropa, ia mendapat sambutan yang luar biasa hangat. Wilson dipandang sebagai pemimpin yang berprinsip yang menempatkan kepentingan orang banyak di atas kelompok-kelompok yang mementingkan diri sendiri. Perjanjian perdamaian berlangsung brutal. Setelah lelah berdebat, Wilson menarik kembali sebagian besar dari keempat belas butirnya. Tetapi ia yakin pada konferensi perdamaian untuk menerima Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan harapan bahwa berdirinya badan ini akan mencegah timbulnya sebuah perang besar lagi.
MENGALAMI KEKECEWAAN
Akan tetapi ketika ia kembali ke Amerika, golongan Republik telah menguasai kembali Senat pada tahun 1918 dan mereka tidak sepakat dengan Wilson bahwa PBB menjadi perhatian utama Amerika Serikat. Di bawah pimpinan Senator Henry Cabot Lodge dari Massachusett, para senator menuntut perubahan atau perbaikan terhadap perjanjian itu sebelum menyetujuinya. Bagi Wilson, perlawanan seperti itu bahkan lebih mengandung celaan daripada perlawanan yang dialaminya terhadap gagasan-gagasan akademisnya ketika ia masih di Princeton. Akibatnya, ia memutuskan untuk melakukan tur ke daerah-daerah dan meyakinkan Senat, melalui dukungan publik yang besar, untuk meneguhkan perjanjian tersebut tanpa perlu adanya perbaikan. Namun Wilson sudah menjadi lemah karena tekanan peperangan dan ketegangan dalam meja perundingan untuk perdamaian sehingga ia ambruk di Pueblo. Amerika Serikat tidak akan bergabung dengan PBB. Woodrow Wilson meninggal dunia dan masih yakin akan gagasan-gagasannya, tetapi ia juga terpukul karena kegagalan kebijaksanaannya.
Orang Kristen menghadapi banyak pertanyaan mendalam ketika mereka mengaji ulang karier Woodrow Wilson. Tak pelak lagi, ia adalah seorang pemimpin yang besar dan memiliki kecakapan yang luar biasa. Kesimpulan ini mengakui titik-titik lemah Wilson karena ia bukan seorang yang sempurna. Misalnya, ia tidak siap untuk memerluas persamaan kepada orang Amerika keturunan Afrika, dan ia juga tidak siap untuk menghargai lawan-lawannya yang memiliki motif yang berharga. Namun, bahkan para musuhnya mengenal kerinduan Wilson untuk mendorong kehidupan politik di Amerika dan masalah internasional kepada posisi moral yang lebih tinggi.
NEGARAWAN KRISTEN?
Sepanjang hidupnya, Wilson mengalami sejumlah besar pengalaman Kristen. Ia mengalami pertobatan yang murni pada tahun 1872 -- 1873. Pada saat di Wesleyan, ia begitu tergerak oleh khotbah D.L. Moody yang mengubahkan Wilson dari kebiasaannya menulis doa-doa sebelum mengajar, menjadi doa yang spontan dalam kata-kata sendiri.
Saat dia memulihkan kesehatannya akibat serangan stroke, ia menulis cara pandangnya tentang kekristenan bukan sebagai etika atau "suatu filsafat altruisme (mengutamakan kepentingan orang lain)", tetapi sebagai "kasih, berpandangan jernih, setia, pribadi" sebagaimana yang diperlihatkan Kristus yang "datang bukan untuk menyelamatkan diri-Nya, tetapi untuk menyelamatkan isi dunia".
Dalam keseimbangan itu, iman Wilson lebih bertumpu pada moral daripada bersifat injili. Lebih menggali sumber-sumber etika daripada penyampaian pesan kasih karunia. Salah satu tujuannya ialah mendukung keyakinannya dalam kemajuan kemanusiaan.
Saat Wilson menyampaikan ceramahnya pada tahun 1911 yang menekankan karakter politik. Kitab Suci merupakan "Magna Carta" dari jiwa manusia". Dalam ceramahnya itu, dia mendapat sambutan yang baik. Wilson mengakhiri ceramahnya dengan: "Saya meminta setiap pria dan wanita di hadapan saya menyadari bahwa sebagian nasib bangsa Amerika terletak pada penyelidikan harian dari kitab yang berisi pernyataan Allah. Jika ingin melihat kebebasan dan kemurnian di Amerika, maka mereka akan membuat semangat tetap murni dan bebas melalui baptisan Kitab Suci."
Sebagai negarawan Kristen, Wilson juga memiliki keterbatasan. Dia terlalu menyamakan cita-cita Amerika dengan cita-cita Kitab Suci. Dia dianggap buta terhadap pengajaran Alkitab mengenai dosa manusia dan keperluan akan kasih karunia untuk membuat dunia lebih baik. Tetapi jika ini terbatas hanya pada pemikiran Wilson, maka dibutuhkan suatu kekuatan yang luar biasa. Wilson tidak menganggap politik sebagai suatu perjuangan untuk memeroleh sesuatu, atau diplomasi internasional hanya sebagai satu-satunya cara untuk mengamankan negaranya sendiri. Tetapi lebih kepada pandangannya bahwa manusia diciptakan Allah untuk menikmati kebaikan serta kasih karunia-Nya.
Mereka diciptakan Allah supaya merdeka. Mereka diciptakan untuk merefleksikan keagungan Pencipta mereka. Apapun kesalahan yang dapat ditemui dalam visi Wilson, cita-citanya yang tinggi patut kita hargai. Dalam suatu abad yang penuh dengan penderitaan dan pertumpahan darah di mana bangsa-bangsa bersaing dan berperang, gagasan seperti itu kontradiktif. Itulah gagasan-gagasan yang berasal mula dari pendidikan Kristen yang diterima Wilson ketika masih kecil dan dalam iman Kristen yang dicurahkannya sepanjang hidupnya. Itu merupakan gagasan-gagasan yang bercikal bakal pada janji-janji Allah.
Diringkas dari:
Judul artikel | : | Woodrow Wilson: Berjuang Untuk Meraih Perdamaian yang Adil |
Judul majalah | : | Sahabat Gembala, Oktober 1996 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 37 -- 43 |
Diringkas oleh: Kristina Dwi Lestari
Sumber: Bio-Kristi 26
- Login to post comments
- 15030 reads